Senin, 08 Desember 2014

Mengembalikan Masa Kejayaan Negeri Maritim

Selasa, 9 Desember 2014 | 8:52
Infrastruktur Maritim. Foto ilustrasi: dok. Investor Daily Infrastruktur Maritim. Foto ilustrasi: dok. Investor Daily


Jangan pernah ragu bahwa Indonesia adalah negeri maritim. Duabelas abad silam, para pelaut kita sangat disegani di seluruh dunia. Hanya dengan kapal bercadik, mereka mampu menaklukkan Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya (683-1030 M) dan Majapahit (1293-1478 M) yang mencakup negara-negara Asean saat ini adalah bukti bahwa kita pernah digdaya di lautan. Siapa tak kenal Hayam Wuruk dan Gadjah Mada?

Untuk menjadi negara maritim yang hebat, Indonesia memiliki segalanya. Sekitar 70% wilayah Nusantara adalah lautan. Dengan 17.508 pulau, kita merupakan negara kepulauan terbesar di jagat ini. Dengan panjang garis pantai 81 ribu km, 3,1 juta km2 perairan Nusantara, dan 2,7 km2 perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE), laut Indonesia sungguh kaya, memendam potensi US$ 1,2 triliun per tahun dengan daya tampung 40 juta tenaga kerja.

Tapi masa gilang-gemilang Indonesia sebagai negeri maritim sudah karam ditenggelamkan zaman. Kini, kisah-kisah menggetarkan itu tinggal cerita yang menghiasi buku-buku sejarah. Kehebatan Indonesia sebagai negeri maritim terus memudar karena pembangunan ekonomi lebih banyak diarahkan ke darat. Sektor kelautan nyaris tak disentuh. Buktinya, sektor kelautan cuma berkontribusi sekitar 20% terhadap produk domestik bruto (PDB) dan baru mampu menyerap 16 juta tenaga kerja.

Kita bersyukur karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadikan sektor maritim sebagai platform pembangunan ekonominya. Jokowi yang memulai aksinya dengan membentuk Kementerian Koordinator Kemaritiman bahkan bercita-cita menjadikan Indonesia kembali menjadi poros maritim dunia. Citacita Jokowi sungguh tepat. Jika berhasil menjadi poros maritim dunia, Indonesia bisa kembali menguasai lautan. Dengan menguasai lautan, Indonesia bakal digdaya di bidang ekonomi, politik, pertahanan, keamanan, sosial, dan budaya, seperti pernah terjadi semasa Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.

Kita juga menyambut gembira respons positif yang ditunjukkan para pengusaha terhadap cita-cita pemerintah menjadikan kembali Indonesia sebagai poros maritim dunia. Setidaknya hal itu tercermin pada Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kadin Indonesia bertajuk Mengembalikan Kejayaan Ekonomi Maritim untuk Kesejahteraan Rakyat yang digelar pekan ini. Pemahaman yang sama antara pemerintah dan pengusaha sangat diperlukan. Tanpa dukungan kalangan pengusaha, mustahil pemerintah mampu mewujudkan cita-cita agung itu.

Mengembalikan kejayaan negeri maritim tak cukup mengandalkan keunggulan alam semata. Untuk merealisasikan potensi kelautan senilai US$ 1,2 triliun per tahun, Indonesia harus banyak berinvestasi. Maka kita perlu mendorong agar pemerintah mengalokasikan dana pengalihan subsidi BBM untuk membangun infrastruktur dan logistik kelautan, seperti pelabuhan, galangan kapal, pelelangan ikan, gudang pengawetan ikan, dan pariwisata bahari. Tanpa ditopang infrastruktur dan logistik, perairan Nusantara dan perairan zona ekonomi eksklusif akan tetap mubazir.

Kita pun berharap Jokowi segera merealisasikan janjinya membangun tol laut berupa jalur kapal besar yang menghubungkan pelabuhan-pelabuhan utama di Indonesia. Tol laut bakal efektif menciptakan konektivitas di seluruh Nusantara karena akan ada kapal besar yang rutin berlayar dari Sumatera ke Papua pulang-pergi seperti pendulum. Juga bakal beroperasi kapal-kapal lebih kecil di kota-kota utama yang menghubungkan kota-kota di sekitarnya.

Bila kita punya tol laut, cita-cita poros maritim dunia bakal semakin mudah diwujudkan. Lebih dari itu, tol laut akan menekan biaya logistik antarpulau, merangsang pusat-pusat pertumbuhan ekonomi daerah, meningkatkan keunggulan komparatif dan kompetitif komoditas daerah, memacu pertumbuhan industri biota laut, mendorong industri pariwisata, mengurangi kemacetan lalu lintas di kota-kota besar, serta menghidupkan industri transportasi laut itu sendiri.

Membangun poros maritim dunia jelas harus dilandasi oleh semangat kebangsaan, kedaulatan, dan nasionalisme. Itu sebabnya, kita mendukung langkah-langkah represif yang dilakukan pemerintah terhadap orang-orang asing yang terbukti mencuri ikan di perairan Nusantara, antara lain dengan menenggelamkan kapal mereka. Sepanjang tidak melanggar aturan, kita tidak perlu takut. Apalagi jika semua itu dilakukan demi meningkatkan kesejahteraan para nelayan yang selama ini termarjinalkan.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar