Jangan
pernah ragu bahwa Indonesia adalah negeri maritim. Duabelas abad
silam, para pelaut kita sangat disegani di seluruh dunia. Hanya
dengan kapal bercadik, mereka mampu menaklukkan Samudra Hindia dan
Samudra Pasifik. Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya (683-1030 M) dan
Majapahit (1293-1478 M) yang mencakup negara-negara Asean saat ini
adalah bukti bahwa kita pernah digdaya di lautan. Siapa tak kenal
Hayam Wuruk dan Gadjah Mada?
Untuk
menjadi negara maritim yang hebat, Indonesia memiliki segalanya.
Sekitar 70% wilayah Nusantara adalah lautan. Dengan 17.508 pulau,
kita merupakan negara kepulauan terbesar di jagat ini. Dengan panjang
garis pantai 81 ribu km, 3,1 juta km2 perairan Nusantara, dan 2,7 km2
perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE), laut Indonesia sungguh kaya,
memendam potensi US$ 1,2 triliun per tahun dengan daya tampung 40
juta tenaga kerja.
Tapi
masa gilang-gemilang Indonesia sebagai negeri maritim sudah karam
ditenggelamkan zaman. Kini, kisah-kisah menggetarkan itu tinggal
cerita yang menghiasi buku-buku sejarah. Kehebatan Indonesia sebagai
negeri maritim terus memudar karena pembangunan ekonomi lebih banyak
diarahkan ke darat. Sektor kelautan nyaris tak disentuh. Buktinya,
sektor kelautan cuma berkontribusi sekitar 20% terhadap produk
domestik bruto (PDB) dan baru mampu menyerap 16 juta tenaga kerja.
Kita
bersyukur karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadikan sektor
maritim sebagai platform pembangunan ekonominya. Jokowi yang memulai
aksinya dengan membentuk Kementerian Koordinator Kemaritiman bahkan
bercita-cita menjadikan Indonesia kembali menjadi poros maritim
dunia. Citacita Jokowi sungguh tepat. Jika berhasil menjadi poros
maritim dunia, Indonesia bisa kembali menguasai lautan. Dengan
menguasai lautan, Indonesia bakal digdaya di bidang ekonomi, politik,
pertahanan, keamanan, sosial, dan budaya, seperti pernah terjadi
semasa Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.
Kita
juga menyambut gembira respons positif yang ditunjukkan para
pengusaha terhadap cita-cita pemerintah menjadikan kembali Indonesia
sebagai poros maritim dunia. Setidaknya hal itu tercermin pada Rapat
Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kadin Indonesia bertajuk Mengembalikan
Kejayaan Ekonomi Maritim untuk Kesejahteraan Rakyat yang digelar
pekan ini. Pemahaman yang sama antara pemerintah dan pengusaha sangat
diperlukan. Tanpa dukungan kalangan pengusaha, mustahil pemerintah
mampu mewujudkan cita-cita agung itu.
Mengembalikan
kejayaan negeri maritim tak cukup mengandalkan keunggulan alam
semata. Untuk merealisasikan potensi kelautan senilai US$ 1,2 triliun
per tahun, Indonesia harus banyak berinvestasi. Maka kita perlu
mendorong agar pemerintah mengalokasikan dana pengalihan subsidi BBM
untuk membangun infrastruktur dan logistik kelautan, seperti
pelabuhan, galangan kapal, pelelangan ikan, gudang pengawetan ikan,
dan pariwisata bahari. Tanpa ditopang infrastruktur dan logistik,
perairan Nusantara dan perairan zona ekonomi eksklusif akan tetap
mubazir.
Kita
pun berharap Jokowi segera merealisasikan janjinya membangun tol laut
berupa jalur kapal besar yang menghubungkan pelabuhan-pelabuhan utama
di Indonesia. Tol laut bakal efektif menciptakan konektivitas di
seluruh Nusantara karena akan ada kapal besar yang rutin berlayar
dari Sumatera ke Papua pulang-pergi seperti pendulum. Juga bakal
beroperasi kapal-kapal lebih kecil di kota-kota utama yang
menghubungkan kota-kota di sekitarnya.
Bila
kita punya tol laut, cita-cita poros maritim dunia bakal semakin
mudah diwujudkan. Lebih dari itu, tol laut akan menekan biaya
logistik antarpulau, merangsang pusat-pusat pertumbuhan ekonomi
daerah, meningkatkan keunggulan komparatif dan kompetitif komoditas
daerah, memacu pertumbuhan industri biota laut, mendorong industri
pariwisata, mengurangi kemacetan lalu lintas di kota-kota besar,
serta menghidupkan industri transportasi laut itu sendiri.
Membangun
poros maritim dunia jelas harus dilandasi oleh semangat kebangsaan,
kedaulatan, dan nasionalisme. Itu sebabnya, kita mendukung
langkah-langkah represif yang dilakukan pemerintah terhadap
orang-orang asing yang terbukti mencuri ikan di perairan Nusantara,
antara lain dengan menenggelamkan kapal mereka. Sepanjang tidak
melanggar aturan, kita tidak perlu takut. Apalagi jika semua itu
dilakukan demi meningkatkan kesejahteraan para nelayan yang selama
ini termarjinalkan.
Sumber: http://id.beritasatu.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar