Senin, 01/12/2014NERACA
Jakarta - Produk rempah-rempahan asal Indonesia sempat berjaya ketika dahulu. Bahkan, bangsa asing dengan sengaja datang ke Indonesia untuk mengambil tanaman rempah-rempahannya. Namun kini, rempah-rempahan asal Indonesia seakan terpinggirkan. Bahkan, Dewan Rempah Indonesia meminta kepada pemerintah dan seluruh stakeholder untuk memperhatikan tanaman rempah-rempahan Indonesia.
Ketua Umum Dewan Rempah Indonesia Adi Sasono menegaskan, seluruh stakeholder sektor rempah-rempah perlu melakukan langkah perbaikan nyata mulai sekarang. Jika tidak, posisi Indonesia di sektor ini akan semakin terpuruk. "Era Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 sudah di depan mata, kita perlu berbenah menghadapi persaingan yang lebih terbuka. Produsen rempah yang menjadi pesaing terkuat di ASEAN adalah Vietnam," terangnya, akhir pekan kemarin.
Dia menyebutkan, ada empat hal yang harus dikejar dari Vietnam dalam sistem produksi rempah yaitu skala ekonomi, penerapan teknologi, standar mutu dan pengolahan. Saat ini, produksi rempah Indonesia saat ini masih didominasi petani rakyat berskala kecil. "Karenanya hasil penelitian dan teknologi sulit masuk ke sasaran. Pembentukan klaster dan penguatan lembaga petani menjadi kunci untuk mengatasi masalah tersebut," kata Adi.
Dia mengatakan, rempah Indonesia juga saat ini masih belum bisa menerapkan standar internasional yang berlaku di pasar dunia. Kendalanya, standardisasi internasional membutuhkan biaya cukup mahal dan sulit dijangkau petani kecil. "Harus ada insentif yang diberikan pemerintah terkait sertifikasi ini. Bisa dengan membuat aturan terkait pembuatan sertifikasi yang lebih terjangkau," katanya
Jakarta - Produk rempah-rempahan asal Indonesia sempat berjaya ketika dahulu. Bahkan, bangsa asing dengan sengaja datang ke Indonesia untuk mengambil tanaman rempah-rempahannya. Namun kini, rempah-rempahan asal Indonesia seakan terpinggirkan. Bahkan, Dewan Rempah Indonesia meminta kepada pemerintah dan seluruh stakeholder untuk memperhatikan tanaman rempah-rempahan Indonesia.
Ketua Umum Dewan Rempah Indonesia Adi Sasono menegaskan, seluruh stakeholder sektor rempah-rempah perlu melakukan langkah perbaikan nyata mulai sekarang. Jika tidak, posisi Indonesia di sektor ini akan semakin terpuruk. "Era Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 sudah di depan mata, kita perlu berbenah menghadapi persaingan yang lebih terbuka. Produsen rempah yang menjadi pesaing terkuat di ASEAN adalah Vietnam," terangnya, akhir pekan kemarin.
Dia menyebutkan, ada empat hal yang harus dikejar dari Vietnam dalam sistem produksi rempah yaitu skala ekonomi, penerapan teknologi, standar mutu dan pengolahan. Saat ini, produksi rempah Indonesia saat ini masih didominasi petani rakyat berskala kecil. "Karenanya hasil penelitian dan teknologi sulit masuk ke sasaran. Pembentukan klaster dan penguatan lembaga petani menjadi kunci untuk mengatasi masalah tersebut," kata Adi.
Dia mengatakan, rempah Indonesia juga saat ini masih belum bisa menerapkan standar internasional yang berlaku di pasar dunia. Kendalanya, standardisasi internasional membutuhkan biaya cukup mahal dan sulit dijangkau petani kecil. "Harus ada insentif yang diberikan pemerintah terkait sertifikasi ini. Bisa dengan membuat aturan terkait pembuatan sertifikasi yang lebih terjangkau," katanya
Dia mengakui, masalah klasik seperti
komoditas pertanian lain, rempah Indonesia sebagian besar masih dijual
dalam kondisi mentah. Padahal, jika diolah menjadi produk tertentu bisa
memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dan lebih tahan terhadap
kerusakan selama transportasi. "Saat ini kami sudah mulai membina dan
melatih petani di berbagai daerah untuk menerapakan standar mutu dan
pengolahan hasil panen. Seperti halnya di Maluku. Di sana ribuan petani
kami latih dan program serupa terus dilakukan di daerah lain," tuturnya.
Pihaknya
berharap ada dukungan dari pemerintah soal standar mutu dan penguatan
sektor hilir dengan memperbanyak industri pengolahan rempah.
Sementara
itu, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Gamal Nasir
menuturkan rangka mengembalikan kejayaan rempah Indonesia di mata dunia,
Kementerian Pertanian (Kementan) dan Dewan Rempah Indonesia terus
menggenjot beberapa jenis rempah unggulan. Setidaknya, ada tiga jenis
rempah yang diandalkan yakni pala, lada, dan panili.
Gamal Nasir
mengatakan, pengembangan tiga komoditas tersebut akan dilakukan dengan
strategi peningkatan skala ekonomi budidaya, penerapan teknologi,
standar mutu, dan penguatan industri pengolahan. "Indonesia sudah
dikenal sebagai surganya rempah-rempah sejak zaman penjajahan. Banyak
negara penjajah memperebutkan Indonesia karena kekayaan rempahnya,"
ujarnya.
Namun, dia menyebutkan, beberapa periode terakhir ini
produksi rempah-rempah di Indonesia makin menurun. Hingga 2013, luas
tanam rempah-rempah di Indonesia mencapai 943.720 hektare dengan
produksi total 310.609 ton. "Jumlah itu meliputi komoditas cengkeh,
lada, pala, kayu manis dan panili yang dibudidayakan oleh 1,78 juta KK
petani," tuturnya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut, Parlindungan Purba menyatakan bahwa sejumlah negara asing masih sangat tergantung dengan hasil rempah-rempah Indonesia sehingga seharusnya pemerintah mendorong pengembangan tanaman komoditas itu. "Ketergantungan luar negeri itu ditandai tren menguatnya terus permintaan bahkan dengan volume di atas produksi sehingga banyak eksportir seperti di Sumut tidak bisa memenuhinya," katanya.
Mengutip pernyataan eksportir, dia menyebutkan, untuk komoditas pala misalnya, Indonesia masih sangat diharapkan setelah Granada, Spanyol. Begitu juga untuk pinang, kayu manis, kemiri, gambir, dan jahe. Cengkih juga masih sangat diminati walau nyatanya di Sumut komoditas itu sudah hampir dikatakan tidak ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar