TENGGELAMKAN KAPAL TIDAK BERIKAN EFEK JERA
Jumat, 12/12/2014
NERACA
Jakarta
– Dalam beberapa hari terakhir, pemerintah tengah gencar melakukan aksi
penenggelaman kapal asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia. Namun
begitu, Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Riza
Damanik menyebutkan bahwa penenggelaman kapal tersebut tidak akan memberikan
efek jera. Pasalnya yang dibakar oleh pemerintah adalah perahu-perahu kecil dan
yang ditangkap hanya operator kapal tersebut yaitu nahkoda dan Anak Buah Kapal
(ABK).
Padahal,
kata dia, pemerintah mempunyai kewenangan sesuai dengan Undang-Undang Kelautan
untuk memberikan sanksi denda sebesar Rp20 miliar atau kurungan selama 6 tahun.
“Kita cukup mengapresiasi reaksi pemerintah dalam memberantas pencuri ikan.
Akan tetapi jika yang ditangkap operator kapalnya maka itu akan sia-sia saja
karena pencurian ikan bisa dikatakan sebagai kejahatan yang tersistem. Harusnya
si pemilik kapal atau pengusahanya yang ikut bertanggungjawab,” ucap Riza dalam
diskusi di Jakarta, Kamis (11/12).
Dia
menduga pemerintah dalam menegakkan hukum juga masih tebang pilih. “Kapal-kapal
kecil dibakar akan tetapi kapal besar hanya diperingatkan. Ini ada model-model
tebang pilih dan hal ini akan menambah keyakinan bahwa praktek pencurian ikan
di Indonesia itu melibatkan orang-orang kunci di Indonesia apakah itu aparat
hukum, kementerian terkait atau bahkan pengusahanya,” jelasnya.
Riza
menduga kapal-kapal kecil yang dibakar oleh pemerintah adalah kapal-kapal yang
memang sudah ilegal di negaranya masing-masing sehingga daripada dikembalikan
ke negaranya akan memakan ongkos maka negara tersebut membiarkan kapalnya
ditenggelamkan. “Dan saya rasa kapal-kapal bekas itu banyak sekali diperairan
Natuna. Mungkin saja kapal-kapal itu dipreteli lalu dihancurkan oleh pemerintah.
Padahal itu memang pemilik kapal ilegal itu sengaja tertangkap di Indonesia
daripada membawanya ke negaranya karena kerugiannya lebih sedikit,” duganya.Next
Pemerintah pun serius untuk menenggelamkan
kapal-kapal asing yang mencuri ikan di Indonesia. Bahkan pemerintah menargetkan
akan menenggelamkan 100 kapal asing pencuri ikan di laut Indonesia, setelah
sebelumnya 3 kapal Vietnam yang ditenggelamkan di laut Anambas, Kepulauan Riau.
“Sektor maritim akan ada lagi penangkapan dan penenggelaman 100 kapal lagi
untuk menyampaikan pesan, kita serius," kata Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian Sofyan Djalil.
Kapal Ilegal
Namun begitu, Ditemui di tempat yang sama,
Direktur Geopolitik Pusat Studi Sosial dan Politik Indonesia Suryo AB menilai
penenggelaman kapal asing ilegal bukan satu langkah yang benar dan legal,
bahkan bisa menjadi buah simalakama. Menurut dia, ada potensi pelanggaran
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982).
“Memang ada aturan tertulis tentang hal ini, tapi kita juga memiliki perjanjian
bilateral,” kata Suryo.
Suryo mengatakan kapal asing yang memasuki
perairan Indonesia tidak hanya mewakili perusahaan atau perseorangan. Mereka,
ujar Suryo, juga merepresentasikan kedaulatan negara asalnya. Dia menilai
penenggelaman dengan semena-mena dapat memberi kesan Indonesia tidak menghargai
kedaulatan negara lain. "Ketimbang terus-terusan menenggelamkan kapal
negara yang melanggar perjanjian bilateral, alangkah baiknya jika duduk bersama
dan membicarakan perjanjian laut," tuturnya.
Selain itu, kata Suryo, Indonesia bisa melanggar
ketentuan UNCLOS karena aparat yang menangkap kapal ilegal tidak sesuai dengan aturan
tersebut. Dalam klausul UNCLOS, ujar dia, aparat yang berhak menangkap kapal
asing adalah sea end guard. Di Indonesia, kapal asing ditangkap oleh banyak
pihak, dari Kementerian Kelautan, TNI Angkatan Laut, hingga polisi.
"Seharusnya diintegrasikan menjadi satu badan legal.
Meski begitu, Suryo mengakui ada
kerugian negara hingga Rp 90 triliun yang diakibatkan pencurian ikan. Menurut
dia, kapal-kapal ilegal yang selama 20 tahun beroperasi secara ilegal di
perairan Indonesia berasal dari negara ASEAN, yakni Thailand, Filipina,
Vietnam, Malaysia, Kamboja, dan Myanmar. "Ada juga dari luar ASEAN,
seperti Cina, Korea, Taiwan, dan Panama," tuturnya. bari/munib
Sumber: http://www.neraca.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar