NERACA
Jakarta – Menteri Ristek dan
Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir meminta pemerintah daerah mengedukasi
usaha kecil menengah (UKM) di wilayahnya untuk menghasilkan produk
dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) agar mampu bersaing dari serbuan
produk luar.
"Kami mendorong para kepala daerah untuk melakukan
edukasi kepada pengusaha UKM agar mampu menghasilkan produk bersaing,
namun memenuhi SNI," kata Nasir saat membuka pameran "Indonesia Quality
Expo 2014" yang diselenggarakan Badan Standardisasi Nasional (BSN)
bersama mitra standardisasi di JCC, dikutip dari Antara, Kamis.
Ia
mengatakan penetapan standar harus diterapkan oleh pengusaha dan UKM
dalam negeri, sebab kalau tidak problemnya nanti produk-produk dalam
negeri tidak mampu bersaing terutama dalam menghadapi masyarakat ekonomi
ASEAN (MEA).
"Untuk itu, saya minta BSN menyiapkan sebuah layanan
khusus untuk publik terkait bagaimana cara mendapatkan SNI. Namun,
harus dilaksanakan secara simpel dan sederhana, dan kita harus mendapat
kepercayaan, dan jangan menimbulkan biaya mahal," tuturnya
Lebih lanjut dikatakannya tetapi kalau SNI
mahal, masyarakat dan produsen akan lari maka harus menjadi tangung
jawab pemerintah untuk melindungi produk-produk dalam negeri. Menristek
dan Dikti mengatakan untuk mewujudkan semakin banyaknya produk lokal
ber-SNI pihaknya mendukung program BSN, artinya melindungi produk lokal
terhadap persaingan global.
Terkait dengan upaya menggandeng
perguruan tinggi untuk meningkatkan kualitas produk dalam negeri, Nasir
mengatakan pihaknya akan mencoba melinierkan antara riset dengan
bidang-bidang ilmu yang sesuai dengan kondisi di lapangan terkait dalam
upaya meningkatkan kualitas produk-produk dalam negeri.
"Kalau
sudah dilinierkan, nanti penelitian di perguruan tinggi ada penelitian
dasar, terapan, dan penelitian pengembangan, dalam hal ini
komersialisasi. Menginkubasi semua yang sudah dijadikan hasil riset
kepada masyarakat," ujarnya.
Terkait anggaran riset, Nasir
mengakui bahwa anggaran riset dari pemerintah tidak memadai, karena itu
pihaknya mengajak dunia usaha untuk mendanai riset-riset itu. "Jadi
bukan hanya dari pemerintah ke masyarakat, tapi dari masyarakat (dunia
usaha-red) ke pemerintah juga. jadi dua arah, ini harus kita lakukan."
Sementara
itu, Kepala Badan Standardisasi Nasional TBSN) Bambang Prasetya
mengatakan pelaksanaan IQE 2014 kali ini bertepatan dengan momentum
persiapan Indonesia dalam menyambut pemberlakuan MEA 2015
Ajang ini sekaligus untuk membuktikkan
kesiapan Indonesia menjelang MEA serta untuk menunjukkan komitmen
bersama dalam menghasilkan produk Indonesia yang berkualitas, berdaya
saing tinggi, aman bagi konsumen maupun lingkungan, ucapnya.
Selain
pameran produk, IQE 2014 akan diisi dengan kegiatan Seminar Nasional
tentang Kesiapan Daerah Menghadapi MEA 2015. Seminar akan dihadiri oleh
Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo, Gubernur Jawa Timur
Soekarwo, Bupati Gunung Kidul Badingah, Wali Kota Tasikmalaya Budi
Budiman, Direktur Eksekutif Center of Reform Economic (CORE) Hendri
Saparini, serta Ketua Kadin Provinsi DKI Jakarta Eddy Kuntadi.
"Dalam
seminar ini akan dipaparkan sejauh mana kesiapan daerah dalam menyambut
MEA 2015. Meskipun tidak mewakili seluruh daerah di Indonesia, namun
empat daerah yang akan dipresentasikan dalam seminar tersebut,
diharapkan dapat menjadi 'role model' atau 'success story' bagi
daerah-daerah lainnya," tuturnya.
Pada kesempatan sebelumnya, BSN
akan melakukan sosialisasi produk sertifikasi ke perguruan tinggi untuk
mendorong kampus menghasilkan riset inovatif yang mampu memenuhi SNI.
"Sosialisasi BSN ke kampus-kampus akan lebih digencarkan apalagi
pasca-disahkannya Undang-Undang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian
pada September 2014 yang memberikan peluang lebih besar bagi BSN untuk
berkiprah," kata Kepala BSN Bambang Prasetya.
Di sisi lain,
Bambang menyambut gembira bergabungnya Ditjen Pendidikan Tinggi
Kemdikbud dengan Kementerian Riset dan Teknologi karena akan memberi
manfaat besar bagi BSN, khususnya dari sisi pengembangan sumber daya
manusia dan anggaran penelitian.
Secara terpisah, pekan lalu, Kementerian Perdagangan RI mempertegas penerapan aturan SNI. Saat ini, Kemendag sedang mengawasi 215 produk yang melanggar ketentuan SNI, 95 di antaranya dipastikan melanggar dan terancam ditindak tegas.
"Setiap produk yang diberlakukan SNI secara wajib harus dibubuhi tanda SNI, NRP/NPB, dan label berbahasa Indonesia bila diperdagangkan. Saat ini sudah terdapat 106 produk yang terdiri dari 122 SNI yang sudah diberlakukan secara wajib. Pada periode Januari-Agustus 2014 terdapat. 215 produk yang diawasi. Dari jumlah tersebut terdapat. 38 produk (12 SNI, 16 label, dan 10 MKG) sudah sesuai ketentuan, terdiri dari. 17 produk dalam negeri dan 21 impor. Sedangkan produk yang diduga tidak sesuai sebesar. 95 produk (17 SNI, 58 label, dan 20 MKG) yang terdiri dari 23 produk dalam negeri dan 72 impor. Sisanya, sebesar. 82 produk masih dalam proses pengujian di laboratorium," tegas Dirjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen (SPK) Widodo, di Jakarta, akhir pekan kemarin.
Kemendag melakukan pengawasan prapasar dan di pasar sesuai Permendag No.14/M-Dag/Per/3/2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan, serta Permendag No. 20/M-Dag/Per/5/2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan Jasa.
Sumber: http://www.neraca.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar