Jakarta, JMOL ** Untuk mengelabui petugas patroli
Indonesia, sejumlah kapal yang diawaki dan dimiliki warga negara asing
menggunakan bendera serta nama Indonesia. Beruntung, satuan keamanan
laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menangkap lima kapal
tersebut di Perairan Natuna, Riau.
Lima kapal yang ditangkap terdiri dari KM Laut Natuna 99 berukuran
101 GT, KM Laut Natuna 30 berukuran 102 GT, KM Laut Natuna 25 berukuran
103 GT, KM Laut Natuna 24 berukuran 103 GT, dan KM Laut Natuna 23
berukuran 101 GT.
Kelima kapal tersebut tidak terdaftar di Direktorat Jenderal
Perikanan Tangkap (DJPT), yakni tidak memiliki Surat Izin Penangkapan
Ikan (SIPI). Mereka juga tidak terdaftar di Direktorat Jenderal
Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (DJPSDKP),
yakni Vessel Monitoring System (VMS)
“Nama boleh KM Natuna, bendera Indonesia. Ada lagi namanya KM Jawa,
tetapi ternyata awak dan pemiliknya warga Thailand,” ujar Menteri
Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, dalam konferensi pers, di
Gedung Minabahari I, Jumat (21/11/2014).
Dari kelima kapal motor penangkap ikan itu, lanjut Susi, pihaknya
mengamankan 61 orang awak. Semua awak diketahui berkewarganegaraan
Thailand dan tidak dapat berbicara Bahasa Indonesia. Mereka tengah dalam
proses pemeriksaan di Stasiun PSDKP Pontianak.
Kelima kapal motor tersebut diduga melanggar Pasal 35A ayat (1)
juncto Pasal 35A ayat (3) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004. Pasal itu berbunyi,
kapal perikanan berbendera Indonesia yang melakukan penangkapan ikan di
wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia wajib
menggunakan nakhoda dan anak buah kapal berkewarganegaraan Indonesia.
Kapal itu juga melanggar Pasal 7 ayat (2) huruf c juncto Pasal 100
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2004. Pasal itu berbunyi, setiap orang yang melakukan
usaha dan atau kegiatan pengelolaan perikanan wajib mematuhi ketentuan
mengenai daerah, jalur, dan waktu atau musim penangkapan ikan.
“Pengawasan yang kami lakukan harus dikempanyekan agar mereka tahu bahwa kami tahu aktivitas dan jenis kapal mereka. Selama ini kan
kami tahu, tetapi tidak berdaya untuk menangkap. Tapi sekarang tidak.
Ini bukan soal hasil laut saja, melainkan kedaulatan negara kita sudah
diinjak-injak,” ujar Susi.
Penenggelaman Kapal Ilegal
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Indroyono
Soesilo, menegaskan, penenggelaman kapal-kapal asing penjarah ikan di
perairan Indonesia oleh aparat merupakan tindakan sah secara hukum.
Presiden Joko Widodo pun tak ragu memerintahkan penenggelaman itu.
Indroyono menjelaskan, dasar hukumnya adalah pasal 69 ayat (1) dan
(4) dalam Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan. Ayat ke-1
berisi, kapal pengawas perikanan berfungsi melaksanakan pengawasan dan
penegakan hukum di bidang perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan
negara Republik Indonesia.
“Sedangkan ayat ke-4 adalah ayat yang memungkinkan tindakan spesifik
berupa pembakaran dan penenggelaman itu bisa dilakukan. Dalam
melaksanakan fungsi sebagaimana disebutkan, penyidik dan atau pengawas
perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau
penenggelaman kapal perikanan berbendera asing berdasarkan bukti
permulaan yang cukup,” tuturnya.
Indroyono mengatakan, berdasarkan aturan hukum tersebut,
satuan-satuan pengamanan kelautan di Indonesia, seperti patroli TNI AL;
polisi air, laut, dan udara (Polairud); atau petugas dari Kementerian
Perhubungan sendiri, kini harus berani melakukan tindakan tegas seperti
yang diinstruksikan Presiden Jokowi.
“Selama ini, tindakan tegas seperti itu masih dijadikan pilihan
terakhir. Ke depannya, aktivitas mereka (kapal-kapal penangkap ikan
ilegal—red) harus kita minimalisasi dengan penindakan hukum yang tepat,” katanya.
Sumber: http://jurnalmaritim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar