INDONESIA Poros Maritim Dunia telah digaungkan Presiden Joko Widodo.
Euforia ataukah optimisme, tergantung perspektif anak bangsa untuk
menilainya. Tak tanggung-tanggung, Jokowi bahkan mulai berdiplomasi
maritim di forum internasional. Sebuah kabar baik tentang political will
untuk kembali ke kodrat Nusantara, setelah sekian lama kebaharian
seperti tak kuasa diretas elite negara sebagai visi kemakmuran bangsa.
Selain proyek Tol Laut sebagai kelanjutan Pendulum Nusantara yang
diproyeksikan menjadi solusi logistik terintegrasi untuk mengikis
disparitas Indonesia Barat dan Timur, serta The World Class Navy untuk
menaikkan reputasi geopolitik di kawasan, tak ayal terma yang tak kalah
penting adalah Ekonomi Maritim.
Menurut Rahardjo Adisasmita dalam buku yang ia tulis berjudul Pembangunan Ekonomi Maritim
(2013), ada beberapa terminologi yang mirip tapi berbeda penekanan,
yaitu Ekonomi Maritim, Ekonomi Kepulauan, Ekonomi Kelautan, dan Ekonomi
Archipelago. Semua terminologi tersebut membahas pentingnya laut,
perdagangan antar-pulau, kegiatan di pelabuhan, industri galangan kapal,
penangkapan ikan, wisata bahari, dan lainnya.
Dampak positifnya pun sangat luas, yaitu peningkatan produksi,
investasi, penyerapan tenaga kerja, pendapatan, dan kesejahteraan
masyarakat.
Mengembangkan Ekonomi Maritim tidak beranah absolut. Ekonomi Maritim
berkolaborasi dengan sistem transportasi maritim, peranan dan fungsi
pelabuhan pembangunan berbasis kemaritiman dan kepulauan, sistem
perwilayahan maritim, pengembangan wilayah pesisir, potensi sumberdaya
perikanan dan kelautan, penataan ruang wilayah pesisir, serta tujuan dan
unsur-unsur pembangunan maritim.
Sementara menurut jurnal ilmiah Maritime Economics and Logistics
(MEL) Palgrave Macmillan, Inggris, Ekonomi Maritim, atau mereka juga
menyebutnya dengan Ekonomi Maritim dan Logistik, adalah studi
terintegrasi tentang transportasi laut, kepelabuhanan, serta manajemen
rantai suplai global . Konsep ini diperkenalkan pada 1999 oleh Prof
Hercules Haralambides dari Universitas Erasmus, Rotterdam, Belanda.
Hercules juga memasukkan fokus terma logistik maritim, khususnya
optimalisasi terminal kontainer dan jaringan transportasi laut.
Dari dua pengertian tersebut, dapat disimpulkan bebas bahwa Ekonomi
Maritim adalah segala upaya manusia mengalokasikan segala sumberdaya
maritim untuk kemakmuran sebuah bangsa. Ekonomi Maritim bersinggungan
dengan banyak daya dukung pengolahan laut sebagai komoditas yang layak
pakai dan memakmurkan.
Laut sebagai Sentral Pertumbuhan Ekonomi
Lebih spesifik, Ekonomi Maritim dapat digeneralisasi sebagai sistem
nilai ekonomi terintegrasi. Maksudnya, laut bukan hanya lahan mengunduh
ikan, rumput laut, atau komoditas kelautan lain. Laut dapat memenuhi
semua kebutuhan manusia, mulai dari pemenuhan kebutuhan pangan, energi,
hingga berwisata.
Karena menjadi sistem nilai terintegrasi, semua persoalan manusia
dapat diselesaikan dengan eksplorasi sumberdaya laut atau yang terhubung
langsung dan tidak langsung dengan laut. Manusia membangun filosofi
ekonomi dari laut, dengan meyakini bahwa laut dapat memakmurkan. Manusia
mengentaskan pendidikan berbasis laut, dengan menanamkan jiwa
kebaharian. Manusia bekerja dengan memanfaatkan laut secara
berkelanjutan.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat, potensi bisnis
sektor kelautan Indonesia mencapai Rp3.000 triliun per tahun. Nilai
potensi kelautan Indonesia tersebut meliputi perikanan US$32 miliar,
wilayah pesisir US$56 miliar, bioteknologi US$40 miliar, wisata bahari
US$2 miliar, minyak bumi US$21 miliar, dan transportasi laut US$ 20
miliar.
Betapa kalkulasi ini membutuhkan perencanaan matang. Bukan hanya
analisis potensi, tapi juga manajemen pengelolaan yang harus berbuah
kesejahteraan rakyat Indonesia. Karena eksplorasi potensi laut yang
tidak menyejahterakan rakyat Indonesia tentu saja berlawanan dengan
konstitusi negara.
Ekonomi Maritim dan Politik
William Arthur Lewis dalam bukunya berjudul The Principles of Economic Planning: A Study Prepared for the Fabian Society
(1951), mengatakan, perencanaan pembangunan disusun berdasar kerangka
pemikiran filosofi mengenai bagaimana pembangunan berlangsung; hanya
sebagian merupakan aplikasi ekonomi, sedangkan bagian lainnya merupakan
kompromi politik.
Maritim sebagai komoditas politik Pemerintahan Jokowi tentu saja
berimplikasi pada olah implementasi Ekonomi Maritim. Bila rakyat dapat
dimakmurkan dengan eksplorasi sumberdaya laut, berarti Ekonomi Maritim
menemukan kulminasinya sebagai titik tumpu penting kesejahteraan, juga
keberhasilan kepemimpinan Jokowi. Keduanya lantas manunggal dan linier
dengan pergerakan zaman dan upaya membersamai zaman yang tidak melawan
kodrat.
Banyak sekali kebijakan pemerintah yang harus lahir untuk mendukung
berhasilnya Ekonomi Maritim. Menyelamatkan potensi laut dari praktik
ilegal, mendandani problem birokrasi yang telanjur kompleks, hingga
memudahkan proses investasi adalah sekelumit beban politik Kabinet Kerja
yang tentu, berimplikasi pada sukses atau tidaknya kepemimpinan
nasional kali ini.
Bagaimana pun, Indonesia patut bersyukur lantaran laut tidak lagi
dibelakangi. Kini laut adalah masa depan, lantaran sejarah dan kodratnya
memang begitu.
Mengutip sambutan Prof Ginandjar Kartasasmita dalam buku Bappenas dalam Sejarah Perencanaan Pembangunan Indonesia 1945-2025
(2012), paradigma pembangunan senantiasa berubah-ubah, bahkan kerap
berulang, karena paradigma memang tidak mengenal dimensi waktu. Namun,
tujuan pembangunan pada dasarnya tetap, yakni memakmurkan bangsa dalam
keadilan.
Mari menyambut era maritim dengan sepenuh hati untuk kemakmuran Bangsa Indonesia.
Sumber:http://jurnalmaritim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar