Jakarta, JMOL ** Konsep Indonesia Poros Maritim
Dunia dianggap beberapa kalangan masih mengandung ketidakjelasan, baik
secara teori maupun aplikasinya. Forum Kajian Pertahanan dan Maritim
(FKPM) mengemukakan masalah itu dengan memberi pandangan tentang maritim
sebagai strategi nasional, dalam kajian strategis di kantor FKPM,
Gunung Sahari, Jakarta, Rabu (19/11/2014).
“Gagasan Poros Maritim dari presiden membuat kita semakin
terperangah. Namun, yang perlu dicermati adalah mengenai pengertian apa
maritim itu sendiri dan bagaimana strateginya, kemudian kaitannya dengan
kepentingan nasional kita,” ucap Wakil Ketua FKPM, Laksda (Purn)
Budiman Djoko Daid.
Menurutnya, domain maritim yang menyangkut seluruh aktivitas, baik
bawah, permukaan, dan ruang udara di atasnya perlu dijabarkan terlebih
dahulu. Selain itu, strategi maritim untuk kepentingan nasional harus
mengarah kepada ends atau goals-nya, baru dapat
disusun program untuk mencapainya. Karena kepentingan nasional terkait
dengan domain maritim maka strategi menyangkut elemen domain maritim
perlu dikembangkan pemerintah.
“Sebenarnya, goals sudah ada, yaitu di Pembukaan UUD 45, di mana itu merupakan fundamental national goal
dan itu harus diturunkan menjadi kepentingan nasional selama jangka
waktu beberapa tahun. Ketika sudah ditetapkan itu, barulah kita berpikir
bagaimana strategi nasionalnya. Kalau di maritim, berarti menyangkut
masalah politik, ekonomi, dan pertahanan,” tandasnya.
Terkait elemen domain maritim yang menjadi turunan strategi maritim
sebagai strategi nasional, Budiman menuturkan, hal tersebut dapat
dijabarkan dengan rumus domain maritim sama dengan fungsi elemen domain
maritim.
“Fungsi dari elemen domain maritim, misalnya ada perikanan. Perikanan
itu pun nanti bisa dijabarkan lagi: perikanan satu, perikanan dua,
sampai seterusnya. Kemudian ada subscribe-subscribe-nya
lagi. Begitu pun di politik dan pertahanan. Memang ini sangat rumit
sekali, tetapi harus seperti itu, untuk kita mencapai tujuan dari
kepentingan nasional kita,” tambah Budiman.
Dari penjabaran itu, sambungnya, akan terlihat program-program yang
dibangun selama kurun waktu tertentu. Program itu ada yang berpola top-down dan bottom-up.
“Itu pasti ada banyak program yang terbangun. Maka dari itu, perlu metode multiple objective decision making untuk men-standarkan dari banyaknya program itu,” paparnya.
Kondisi Perang dan Damai
Di akhir pemaparannya, Budiman menjelaskan bahwa strategi domain
maritim juga harus melihat kondisi, baik perang maupun damai. Hal itu
perlu diatur dalam Undang-Undang Maritim.
“Strategi maritim itu ada dua, satu untuk perang dengan jantungnya
angkatan laut, dan strategi nasional untuk keamanan pada masa damai
dengan jantungnya coast guard. Jadi, yang satunya kondisi
krisis, penangkalan konflik, dan perang, kemudian yang satunya pada
damai dan sudah pasti ancamannya beda,” kata Budiman.
Lebih lanjut, mantan Danseskoal tahun 2000 ini menuturkan ancaman dalam kondisi perang, lawannya adalah state actor-regular threat, dan dalam kondisi damai adalah non-state actor dan bersifat irregular threat.
“Itu semua harus diatur oleh pemerintah dalam suatu strategi maritim
untuk kepentingan nasional. Berarti perlu ada Undang-Undang Maritim,
bukan Undang-Undang Kelautan,” tegasnya.
Sumber:http://jurnalmaritim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar