Jakarta - Peraturan Pemerintah (PP) No.79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional mengamanatkan kepada pemerintah untuk menghentikan ekspor gas dan batubara guna menjamin ketersediaan energi. Menurut peraturan yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 17 Oktober 2014 itu, sumber energi tidak lagi dijadikan sebagai komoditas ekspor semata, namun sebagai modal pembangunan nasional untuk kemakmuran rakyat.
Peraturan Pemerintah tentang Kebijakan Energi Nasional itu berlaku selama 2014-2050. Aturan yang disusun oleh Dewan Energi Nasional (DEN) tersebut ditujukan untuk memberi arah pengelolaan energi guna mewujudkan kemandirian dan ketahanan energi.
Menurut Pasal 10 PP No. 79/2014, salah satu upaya memenuhi ketersediaan energi untuk kebutuhan nasional adalah mengurangi ekspor energi terutama gas dan batubara serta menetapkan batas waktu untuk memulai menghentikan ekspornya. Cara lainnya adalah meningkatkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan, meningkatkan pasokan energi dari dalam dan luar negeri, serta meningkatkan kehandalan sistem produksi, transportasi, dan distribusi penyediaan energi.
Terkait nuklir, PP itu menyebutkan bahwa pemanfaatan energi alternatif tersebut merupakan pilihan terakhir setelah energi baru dan terbarukan lainnya dengan memperhatikan keselamatan secara ketat. PP juga mengamanatkan penerapan tarif listrik secara progresif dan mekanisme feed in tariff untuk harga jual energi terbarukan.
Menurut peraturan itu, sasaran rasio
elektrifikasi ditargetkan 85 persen pada 2015 dan mendekati 100 persen
pada 2020. Sedangkan, rasio gas rumah tangga 2015 direncanakan 85
persen. Sementara soal target bauran energi, PP mengamanatkan pada 2025
porsi energi baru dan terbarukan sebesar 23 persen, minyak 25 persen,
batubara 30 persen, dan gas 22 persen.
Pada 2050 penggunaan energi
baru terbarukan ditargetkan 31 persen, minyak 20 persen, batubara 25
persen, dan gas 24 persen. Terkait subsidi, PP menyebutkan, subsidi
diperuntukkan bagi golongan masyarakat tidak mampu. Namun pengurangan
subsidi bahan bakar minyak dan listrik terus dilakukan secara bertahap
sampai kemampuan daya beli masyarakat tercapai.
Menurut peraturan
itu, subsidi bisa diberikan pemerintah dan pemerintah daerah. Kebijakan
Energi Nasional merupakan amanat Undang-Undang No. 30 Tahun 2007 tentang
Energi. DEN menyusun Kebijakan Energi Nasional. Pada 28 Januari 2014,
Komisi VII DPR menyepakati penerbitan Peraturan Pemerintah tentang
Kebijakan Energi Nasional. Peraturan Pemerintah tentang Kebijakan Energi
Nasional itu mencabut Peraturan Presiden No.5 Tahun 2006 tentang
Kebijakan Energi Nasional.
Cadangan Turun
Sementara itu,
Dewan Energi Nasional (DEN) RI mendesak pemerintah untuk mendorong
pemanfaatan Bahan Bakar Gas dan Batu Bara untuk menggantikan BBM.
Pasalnya cadangan minyak yang terus menurun, dan ditambah kondisi saat
ini Indonesia telah menjadi negara net importir minyak sejak tahun 2003.
"Mengigat cadangan minyak yang terus menurun maka orientasi pemanfaatan
minyak secarap bertahap digeser ke gas. Apalagi kebutuhan energi
listrik terus meningkat maka batu bara menjadi tulang punggung
pembangkit listrik nasional," kata anggota DEN RI Tumiran.
Tumiran menambahkan, kebutuhan energi
memang cenderung meningkat sehingga negara melakukan impor minyak
sebesar 400 barrel setiap hari tapi ia menyesalkan kebijakan pemerintah
yang lebih banyak menjual sebagian besar batu bara dan gas ke luar
negeri. Karenanya Indonesia dikenal sebagai ekportir batu bara terbesar
di dunia. "Gas kita sekitar 50 persen ekspor, padahal di dalam negeri
kita masih kurang. Jika ini terus dibiarkan menurut data, 2019 kita akan
mengalami krisi gas," imbuhnya.
Mantan Dekan Fakultas Teknik UGM
ini mendesak pemerintah untuk menghentikan kebijakan perdagangan ekspor
gas dan batu bara. Sebaliknya memanfaatkan cadangan energi nasional
tersebut untuk mendorong penciptaan lapangan kerja baru dengan tumbuh
kembangnya industri nasional. "Harus ada peningkatan nilai tambah jika
dimanfaatkan untuk industri, listrik dan sebagainya," katanya.
Yang
tidak kalah penting, menurut Tumiran, ketersediaan sumber daya energi
terbarukan yang melimpah, pemanfaatannya juga harus ditingkatkan lewat
penguasaan teknologi yang dimiliki yang ditopang industri nasional.
Staf
ahli menteri bidang penguatan struktur industri, Kementrian
Perindustrian, Achdiat Atmawinata, mengatakan hingga saat ini sektor
industri masih mendominasi konsumsi energi yang digunakan sebagai bahan
bakar dan bahan baku, yakni 48,4 persen. "Diikuti bidang transportasi
34%, rumah tangga 12,2 % dan bangunan komersial 4,4%," katanya.
Dari
jumlah tersebut, kebutuhan energi bagi industri terbesar berada di jawa
75%, Sumatera 18,37%, diikuti Kalimantan 3,41% persen. "Kedepan,
seharusnya diubah industri tidak lagi berpusat di jawa," imbuhnya.
Agus Subekti, Direktur Penelitian dan
Pengabdian kepada Masyarakat, Ditjen Dikti, Kemedikbud, menyatakan
Indonesia di masa mendatang tidak harus mengandalkan potensi sumber daya
alam semata. Seperti yang dilakukan negara maju di luar negeri.
"kuncinya adalah inovasi," ungkapnya. Menurutnya, pengetahuan bisa
sebagai pendorong kekuatan ekonomi lewat penguatan inovasi yang
dihasilkan oleh SDM yang handal.
Sumber: http://www.neraca.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar