2010-09-06 04:51:45 WIB
Politikindonesia - Minimnya
ahli hukum bidang kelautan salah satu penyebab ketidakberdayaan
Indonesia mengatasi konflik di tapal batas. Seperti yang terjadi antara
Indonesia-Malaysia belakangan. Persoalannya pun menjadi berlarut-larut.
Padahal banyak potensi kelautan yang seharusnya sudah bisa dioptimalkan.
Pandangan itu mengemuka dari Nani Sulistyani Herawati, anggota
Komisi IV DPR yang membidangi sektor pertanian, perkebunan, kehutanan,
kelautan, perikanan, dan pangan.
Untuk mengatasi hal itu, politisi perempuan Partai Demokrat memandang
perlunya sinergitas antara Kementerian Perikanan dan Kelautan (KKP) dan
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) sebagai kementerian yang paling
berkepentingan untuk memikirkan pengadaan tenaga ahli tersebut.
Perempuan kelahiran Jakarta, 17 Agustus 1955 itu begitu gundah dengan
kondisi yang ada. Betapa tidak, Indonesia itu negara maritim yang
wilayah lautnya cukup luas. Sudah seharusnya orientasi pembangunan
diarahkan ke sana. Faktanya, kita masih berkutat di persoalan tapal
batas. Gara-gara kurangnya tenaga ahli tersebut. Padahal potensi
kelautan kita sudah sangat mendesak untuk digali.
Lantas apa saja yang bisa dikembangkan agar potensi kelautan Indonesia
berdaya guna dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat? Doktor
Teknologi Kelautan, lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB) itu
mengungkapkan gagasannya kepada Sapto Adiwiloso dari politikindonesia.com dalam sebuah wawancara di Gedung Parlemen Kamis (02/09). Berikut petikannya.
Menurut anda, Indonesia masih kekurangan tenaga ahli hukum kelautan. Dapat anda jelaskan ?
Memang nyatanya demikian. Kita ini masih kekurangan ahli hukum
laut. Di Indonesia, ahli hukum laut masih dapat dihitung dengan jari
seperti Chandra Motik, Mochtar Kusumaatmadja, Sarwono Kusumaatmadja, dan
sebagainya.
Masih harus diperbanyak, karena Indonesia merupakan negara kepulauan dan
sejak dulu sudah dikenal sebagai negara maritim. Nah Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) harus memperbanyak ahli hukum kelautan
sehingga ketika terjadi permasalahan di laut, dapat segera dilesaikan.
Bagaimana mengatasi kesenjangan akan kurangnya tenaga hukum laut?
Banyak sebenarnya tetapi selama ini tidak terangkat. Karena itu
kita perlu mengakomodir dengan memberikan dorongan agar KKP membuka
seluas-luasnya kesempatan itu bagi putera-putera terbaik bangsa.
Termasuk peneliti kelautan yang sekarang justru banyak bekerja di luar
negeri. Karena tidak terakomodir tadi.
Bagaimana dengan batas wilayah Indonesia-Malaysia yang masih berbeda?
Tiap negara mempunyai Undang-Undang (UU) tersendiri. Kita tidak
dapat mengintervensi UU negara lain. Merekapun tidak dapat
mengintervensi UU kita. Karena itulah hukum laut internasional diadakan.
Terkait persoalan dengan Malaysia, kalau Polis Diraja Malaysia telah
menangkap dan memborgol petugas Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP)
Kepri, mestinya kita juga harus berani menangkap dan memborgol nelayan
Malaysia yang telah memasuki wilayah perairan Indonesia. Setelah itu
baru melakukan diplomasi politik.
Apakah itu berarti ada barter?
Kita tidak berbicara barter. Menteri Kelautan dan Perikanan telah
menegaskan hal itu. Pertanyaannya, kenapa nelayan Malaysia yang diduga
telah melakukan pencurian ikan di wilayah Indonesia itu dilepas?
Menurut Kapolda Kepri pelepasan nelayan Malaysia itu dilakukan karena
tidak cukup bukti. Keputusan itu kemudian menimbulkan kontroversi. Ada
yang menilai telah terjadi barter dan sebagainya.
Inilah yang saya prihatinkan. Coba saat insiden tersebut terjadi KKP
telah memiliki ahli hukum internasional, maka saya jamin masalahnya
tidak akan meluas, seperti sekarang ini.
Dalam insiden Tanjung Berakit, petugas kita tak dilengkapi peralatan memadai sehingga posisi tawarnya rendah. Komentar anda?
Tugas aparat DKP itu memang berat. Bahkan di Batam, Kepala Dinas
Kelautan dan Perikanan juga harus mengawasi masalah kehutanan. KKP tidak
bisa mencampuri hal itu karena menjadi otoritas kepala daerah setempat.
Namun demikian, KKP harus siap mendampingi dengan menurunkan tenaga ahlinya ketika terjadi permasalahan di daerah.
Maklum, pengetahuan mereka tentang kapal dan perlengkapannya kan juga
terbatas. Karena itu menurut saya, KKP harus membuat standar operasinya
agar bisa menjadi acuan di daerah.
Lalu anggaran kementerian maupun dana-dana APBD harus didorong untuk
membeli perlengkapan yang memadai. Ingat, kondisi dan tantangan di
masing-masing wilayah, tidak sama.
Bagaimana jika anggarannya sendiri masih terbatas?
Makanya tadi saya usulkan agar KKP membuat skala prioritas
anggaran. Dari dana yang ada, mana yang harus diprioritaskan. Anggaran
untuk 2011 baru diajukan dan dibahas di dewan.
Berapa anggaran yang dibutuhkan itu?
Saya sih maunya sebesar mungkin, karena insiden itu kan terjadi di dapil saya yang kebetulan juga merupakan wilayah perbatasan.
Ini penting. Karena permasalahan di wilayah perbatasan itu bisa menjadi
begitu kompleks karena menyangkut kepentingan dua negara atau lebih.
Agar persoalan tersebut tidak terulang, maka selain mempersiapkan ahli
hukum internasional yang akan memperkuat kinerja KKP. Juga orientasi
pembangunan di perbatasan, harus diperkuat.
Dengan demikian, maka akar permasalahannya dapat diselesaikan,
pembangunannya jalan dan masyarakat kita dapat lebih fokus untuk
meningkatkan kesejahteraannya. Jika terus diganggu dengan permasalahan,
lalu kapan mereka akan sejahtera?
Tapi kan orientasi pembangunan kita masih bertumpu ke darat?
Memang pembangunan di sektor kelautan itu interdep. Dalam membangun sektor itu memang dibutuhkan kerjasama antarkementerian.
Misalnya untuk membangun perumahan nelayan, perlu menjalin kerjasama
dengan Kementerian Perumahan. Juga dengan Kementerian Pendidikan
Nasional serta Menko Kesra.
Tapi memang mental nelayannya yang masih berada di garis kemiskinan itu
juga perlu diberdayakan, karena rata-rata tingkat pendidikannya masih
rendah.
Padahal pemerintah sudah membantu melalui dana BOS. Karena itu sektor pendidikan ini perlu terus disosialisasikan.
Di Kepri itu ada target 1.000 anak nelayan untuk bersekolah gratis.
Khususnya terkait pengetahuan budi daya ikan. Mereka disekolahkan di
Balai Budi Daya Laut di Barelang.
Jadi anda setuju dengan konsep Mina Politan yang dikembangkan KKP?
Setuju asal terpadu. Sehingga masyarakat di pulau-pulau kecil itu
juga sejahtera. Kalau daerah pesisirnya maju, maka masyarakat di darat
akan berbondong-bondong ke sana.
Konsepnya sendiri memang bagus. Karena itu kami mendorong untuk
dilaksanakan. Pelaksanaannya juga tidak hanya ditangani KKP tetapi juga
melibatkan kementerian lain. Tidak kalah pentingnya membangun
pulau-pulau kecil yang belum terbentuk karena masyarakat masih sangat
sedikit.
Berarti untuk merealisasikannya perlu dana besar?
Ya pasti. Peningkatan anggaran di KKP memang perlu ditingkatkan.
Tetapi selain menambah anggaran itu harus dibarengi upaya untuk menekan
illegal fishing. Karena disamping kekayaan laut kita terkuras juga
pemasukan dari sektor pajak menjadi berkurang.
Artinya dengan menekan illegal fishing maka hasil kelautan dan perikanan
bisa lebih banyak masuk ke APBD dan APBN. Dari situlah kemudian dapat
digunakan untuk meningkatkan profesionalisme aparatnya. Juga kelengkapan
dalam melakukan operasinya.
Banyak industri kelautan di daerah yang colaps. Bagaimana mengatasinya?
Iya saya memang sedih sekali. Industri kelautan di Kepri maupun di
Batam sebagai daerah industri, masih kalah dibandingkan industri
pengalengan ikan sarden di Banyuwangi.
Di Banyuwangi itu, suplay and deman seimbang. Mereka berhasil
mengembangkan industri berbasis kewilayahan. Persis seperti yang
tergambar dalam program Mina Politan itu.
Kalau di Kepri, biota lautnya ikan bawal putih, maka industrinya ya
harus bawal putih. Berbeda dengan NTB yang kaya akan biota rumput
lautnya.
Jadi kalau pengadaan industri itu berbasis kewilayahan maka semestinya
tidak perlu colaps. Bahkan dapat meningkatkan pendapatan daerah serta
dapat menyerap tenaga kerja. Seperti di Banyuwangi itu.
Indonesia itu kaya akan jenis ikan. Karena itu prospek industri
perikanan cukup cerah. Setiap daerah potensinya tidak sama, Ada ikan
tuna, cakalang, patin. Sedang di wilayah yang produksinya ikan segar,
harus diperbanyak cool storage.
Negara mana yang telah mengembangkan konsep industrialisasi semacam itu?
Malaysia. Saya kenal seorang profesor di salah satu universitas di
Malaysia yang berhasil meniliti dan mengembangkan teripang atau ketimun
laut.
Dari hasil penemuannya itu, kemudian dikembangkan dalam industri kosmetika, krim, kopi. Vitamin dan sebagainya.
Awalnya hanya industri kecil tapi kemudian menjadi industri yang sangat besar. Bahkan sekarang menjadi multi level marketing dan sudah masuk ke indonesia.
Padahal Indonesia sendiri kaya sekali akan teripang, khususnya di perairan di perbatasan NTT – Maluku Utara dengan Australia.
Kita ini negara maritim di mana wilayah terluasnya lautan. Tetapi kita
tidak mampu mengoptimalkan hal itu? Ironisnya, tak sedikit nelayan kita
yang miskin.
http://www.politikindonesia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar