BANDUNG, (PRLM).- Indonesia masih membutuhkan
pakar hukum laut. Sebab, negara ini mempunyai sumber daya laut melimpah,
tetapi tidak bisa dimaksimalkan karena sering berbenturan dengan
perbatasan laut luar negeri. “Sumber daya laut begitu melimpah, kita
semestinya bisa mengambil manfaat untuk kesejahteraan , tetapi kekayaan
itu sering bermasalah karena adanya sengketa perbatasan laut
antarnegara,” ucap Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional
Kementerian Luar Negeri Indonesia Linggawaty Hakim, Kamis (5/4/12).
Dia mengatakan hal tersebut ketika menjadi pembicara dalam seminar internasional “Recent Development on The 1982 United Nation Convention on the law of the sea and the 30 years commemoration of its Adoption”. Acara tersebut diselenggarakan di Gedung Graha Sanusi Hardjadinata Universitas Padjadjaran Jln. Dipatiukur No. 35, Kota Bandung, Kamis.
Menurut dia, United Nations Conference on the Law of the Sea (UNCLOS) yang ditandatangani oleh 118 negara pada 1982 masih relevan hingga saat ini. Dalam peraturan internasional itu menetapkan, Indonesia memiliki wilayah ekonomi kelautan hingga 200 mil yang terhitung dari batas pantai. Wilayah ekonomi kelautan itu disebut juga dengan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE)
Linggawaty menyatakan, walaupun UNCLOS menjadi landasan hukum kelautan internasional, tetapi dalam praktiknya negara-negara lain lebih mengutamakan kepentingan nasionalnya. “Kepentingan tersebut membuat perundingan batas negara menjadi alot,” katanya menambahkan.
Permasalahan negara-negara tetangga dengan Indonesia terkait batas laut, kata dia, biasanya tidak mau menggunakan UNCLOS sebagai acuan penyelesaian. Menurutnya, negara tetangga menganggap peraturan itu terlalu menguntungkan Indonesia.
“Mereka justru ingin menggunakan prinsip pembagian secara seimbang, di mana perbatasan disepakati dari titik tengah wilayah antarnegara yang berbatasan, tetapi itu belum disepakati posisi titik tengahnya, apakah di luar atau di dalam laut teritorial, “ katanya menegaskan.
Linggawaty menyebutkan, seluruh negara ASEAN yang saling berbatasan sudah meratifikasi atau menyepakati UNCLOS, sehingga seharusnya penyelesaian perbatasan laut harus merujuk juga pada UNCLOS.
Indonesia, tuturnya, membutuhkan sumber daya manusia yang handal serta didukung oleh teknologi untuk mengoptimalisasi potensi sumber daya. Indonesia bisa menikmati kekayaan sumber daya laut jika pengelolaanya dilakukan oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Bukan hanya itu, pengelolaannya pun harus melibatkan kemajuan teknologi.
“Jangan menghawatirkan kerja sama dengan pihak asing untuk pengelolaan sumber daya ini. Tidak perlu risau, jika kerja sama tersebut bisa menguntungkan. Salah satu keuntungannya membuat sumber daya manusia Indonesia belajar dari kemajuan teknologi mereka,” ujar Linggawaty. (CA-03/CA-12/A-88)***
http://www.pikiran-rakyat.com
Dia mengatakan hal tersebut ketika menjadi pembicara dalam seminar internasional “Recent Development on The 1982 United Nation Convention on the law of the sea and the 30 years commemoration of its Adoption”. Acara tersebut diselenggarakan di Gedung Graha Sanusi Hardjadinata Universitas Padjadjaran Jln. Dipatiukur No. 35, Kota Bandung, Kamis.
Menurut dia, United Nations Conference on the Law of the Sea (UNCLOS) yang ditandatangani oleh 118 negara pada 1982 masih relevan hingga saat ini. Dalam peraturan internasional itu menetapkan, Indonesia memiliki wilayah ekonomi kelautan hingga 200 mil yang terhitung dari batas pantai. Wilayah ekonomi kelautan itu disebut juga dengan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE)
Linggawaty menyatakan, walaupun UNCLOS menjadi landasan hukum kelautan internasional, tetapi dalam praktiknya negara-negara lain lebih mengutamakan kepentingan nasionalnya. “Kepentingan tersebut membuat perundingan batas negara menjadi alot,” katanya menambahkan.
Permasalahan negara-negara tetangga dengan Indonesia terkait batas laut, kata dia, biasanya tidak mau menggunakan UNCLOS sebagai acuan penyelesaian. Menurutnya, negara tetangga menganggap peraturan itu terlalu menguntungkan Indonesia.
“Mereka justru ingin menggunakan prinsip pembagian secara seimbang, di mana perbatasan disepakati dari titik tengah wilayah antarnegara yang berbatasan, tetapi itu belum disepakati posisi titik tengahnya, apakah di luar atau di dalam laut teritorial, “ katanya menegaskan.
Linggawaty menyebutkan, seluruh negara ASEAN yang saling berbatasan sudah meratifikasi atau menyepakati UNCLOS, sehingga seharusnya penyelesaian perbatasan laut harus merujuk juga pada UNCLOS.
Indonesia, tuturnya, membutuhkan sumber daya manusia yang handal serta didukung oleh teknologi untuk mengoptimalisasi potensi sumber daya. Indonesia bisa menikmati kekayaan sumber daya laut jika pengelolaanya dilakukan oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Bukan hanya itu, pengelolaannya pun harus melibatkan kemajuan teknologi.
“Jangan menghawatirkan kerja sama dengan pihak asing untuk pengelolaan sumber daya ini. Tidak perlu risau, jika kerja sama tersebut bisa menguntungkan. Salah satu keuntungannya membuat sumber daya manusia Indonesia belajar dari kemajuan teknologi mereka,” ujar Linggawaty. (CA-03/CA-12/A-88)***
http://www.pikiran-rakyat.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar