Senin, 20/06/2011
NERACA
Jakarta – Pemerintah harus
menghentikan ekspor gas agar kebutuhan industri dalam negeri terhadap
pasokan energi bisa terpenuhi. Krisis energi yang berbuntut pada
pemadaman listrik antara lain merupakan akibat langsung dari mengalirnya
produk gas ke luar negeri.
“Mengalirnya ekspor gas ke luar negeri
adalah salah satu pangkal masalah krisis energi. Indonesia punya banyak
pembangkit listrik tenaga gas, tetapi karena minimnya stok gas dalam
negeri, akhirnya penggunaan bahan bakar beralih ke solar yang harganya
jauh lebih mahal ketimbang gas,” kata Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda
Indonesia (HIPMI) Erwin Aksa, di Jakarta, akhir pekan lalu.
Menurut
Erwin, bila pemerintah tidak segera mengambil kebijakan yang konkret di
bidang energi, maka krisis energi akan terus terjadi. Sehingga
pertumbuhan ekonomi akan terhambat.
“Karena terpukulnya dunia
usaha tidak hanya melemahkan laju investasi, tetapi juga menghambat
penyerapan tenaga kerja. Selama ini, ekonomi Indonesia terbukti memang
bisa bertumbuh dalam situasi krisis. Tetapi apa artinya ekonomi tumbuh
6-7% seperti yang ditargetkan pemerintah jika itu tidak berkualitas atau
memberi efek bagi masyarakat luas,” jelas dia.
Pemerintah, sambung Erwin, juga perlu menata ulang regulasi pengelolaan ladang-ladang gas dalam negeri sehingga tidak semata bertumpu pada pihak asing.
Sementara itu, Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Achmad Safiun mengatakan, saat ini, industri di dalam negeri masih kekurangan pasokan gas. Pemerintah, kata dia, baru memenuhi 50% gas untuk kebutuhan industri dalam negeri.
"Dari 326 industri yang membutuhkan pasokan gas, baru setengahnya yang mendapatkan pasokan, sisanya belum menerima sama sekali,” imbuh Safiun.
Senada dengan dia, Ketua Umum Kamar dagang dan industri Indonesia (Kadin) Suryo Bambang Sulisto mengatakan, pemerintah mengambil langkah yang salah dengan mengekspor gas. "Pemerintah tidak mungkin membeli gas secara impor karena harganya relatif mahal. Sedangkan untuk produksi gas dalam negeri banyak yang diekspor," kata Suryo.
Dia menambahkan, keberpihakan pemerintah terhadap industri nasional masih kurang. Sehingga daya saing industri nasional terus melemah. "Jumlah suplai gas sering berfluktuasi, Kadang berkurang, kadang bahkan kerap terhenti sama sekali. Akibatnya, banyak perusahaan yang terpaksa mengalihkan sumber pasokan mereka ke batu bara yang lebih boros dan tidak hemat lingkungan," tandas Suryo.
Sumber: http://www.neraca.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar