Penulis: Damar Budi Purnomo
Jakarta, JMOL ** Bukan rahasia lagi, ongkos
transportasi publik di Indonesia mahal. Salah satu faktor mahalnya
ongkos transportasi adalah tak adanya usaha Pemerintah, dalam hal ini
Kementerian Perhubungan (Kemenhub), untuk membangun sistem
pengintegrasian antarmoda angkutan umum di Tanah Air.
Tantangan menurunkan ongkos transportasi publik dan logistik memang
merupakan pekerjaan rumah Kemenhub yang harus segera dikerjakan dan
terselesaikan. Keterpaduan antarmoda transportasi sebagai salah satu
solusi memecahkan masalah sepertinya sedang digodok matang oleh
Kemenhub.
“Jika kita lihat wajah transportasi di Indonesia, masih berantakan.
Ini membuat masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi untuk
bepergian,” ujar Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI)
Danang Parikesit dalam ‘Dialog Pelayanan Transportasi Publik: Sebuah
Tantangan untuk Pemerintahan Baru’ di Jakarta Convention Center, Jumat
(7/11/2014).
Tantangan pemerintah, sambungnya, adalah membuat sistem transportasi
umum yang dapat terkoneksi dengan moda transportasi lain, dari satu
tempat ke tempat lain.
“Ketika sudah selesai naik kapal di pelabuhan, bisa langsung
melanjutkannya dengan menggunakan transportasi lain, seperti bus, kereta
api, dan lain-lainnya. Begitu pun transportasi udara, harus segera
dibangun terminal-terminal intermoda untuk mempercepat dan
mengefisiensikan waktu, biaya, dan tenaga yang harus dikeluarkan
masyarakat Indonesia,” tutur Danang.
Biaya Logistik Turun
Sementara itu, menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat
Kementerian Perhubungan, Sugiharjo, masalah pembentukan infrastruktur
terintegrasi antarmoda sudah dibicarakan Menteri Perhubungan Ignasius
Jonan. Meski demikian, detailnya belum.
“Yang pasti, nanti menteri akan mengarahkan keterpaduan antarmoda,
tidak hanya untuk orang, tetapi juga untuk barang, sehingga dapat
meningkatkan efisiensi waktu perjalanan terhadap biaya transportasi dan
menurunkan ongkos logistik,” jelasnya.
Hal yang terpenting mengintegrasikan semua moda adalah kesesuaian
lokasi , pelayanan operasi, sistem tiket terpadu, jaringan pelayanan,
rute dan trayek, serta keterpaduan fisik dan tataruang yang saat ini
sudah semakin sempit, terutama di kota-kota yang sudah padat.
“Saat ini, pengeluaran biaya transportasi publik dalam satu keluarga
bisa dikalkulasikan 30 persen dari gaji UMR satu kepala keluarga dengan 1
istri dan 2 anak,” ungkap Sugiharjo.
Menurutnya, saat ini pemerintah terus mendorong layanan transportasi
perpindahan multimoda terintegrasi dengan sistem baik. Misalnya,
infrastruktur tersebut dibangun di mal, kantor terpadu, pelabuhan, dan
bandara.
“Rencana ini akan terus kita dorong untuk diimplementasikan di
seluruh kota di Indonesia, bekerja sama dengan operator dan swasta. Dan
program ini merupakan program never ending Pemerintah,” tegasnya.
Program ini tidak hanya memperlancar arus manusia, tetapi juga
memperlancar arus logistik, seperti akses tol dan rel kereta api di
Pelabuhan Tanjung Priok.
Salah satu Infrastruktur yang sudah terintegrasi, antara lain Halte
Busway Juanda dengan Stasiun Juanda serta Pelabuhan Tanjung Priok yang
terkoneksi rel kereta dan jalan tol.
“Teluk Lamong juga akan kita itu dorong, sehingga seluruh Indonesia
transportasi umumnya bisa terkoneksi dengan seluruh moda,” ucap
Sugiharjo.
Moda Transportasi Laut
Sebagai Negara Maritim, Indonesia belum dapat memaksimalkan moda
transportasi laut. Hingga saat ini, moda jalan masih mengambil porsi
lebih dari 85 persen pangsa angkutan penumpang dan barang.
Untuk angkutan penumpang, jalan mengambil porsi sebanyak 2.021,08
juta orang per tahun, atau sekitar 84,13 persen; kereta api 175,90 juta
orang per tahun atau sekitar 7,32 persen; sungai 10,31 juta orang per
tahun atau sekitar 0,43 persen; penyeberangan sebanyak 116,03 juta orang
per tahun atau sekitar 1,76 persen; udara 36,54 juta orang per tahun
atau sekitar 1,52 persen per tahun, dan laut sebanyak 42,34 juta orang
per tahun atau sekitar 1,76 persen.
“Memang berbeda dengan angkutan penumpang, untuk angkutan barang moda
transportasi laut berada di urutan kedua setelah moda jalan yang
mencapai 90,34 persen atau mengangkut sebanyak 2.514,51 ribu ton per
tahun, sementara laut hanya sekitar 7 persennya atau sebanyak 194,81
ribu ton per tahun. Sementara sisanya, moda transportasi lain, baik itu
kereta api, sungai, penyeberangan, dan udara,” ungkap Ketua Pusat
Pengkajian Logistik dan Sistem Rantai Pasok ITB, Senator Nur Bahagia,
beberapa waktu lalu.
Untuk mengurangi beban jalan, sambungnya, angkutan barang maupun
penumpang harus memaksimalkan moda transportasi lain. Pemerintah dapat
memberikan batasan jarak tempuh kepada setiap moda transportasi.
“Seperti jarak di bawah 400 kilo meter (km) boleh menggunakan truk.
Jika jarak lebih dari itu harus menggunakan moda lain, baik itu moda
transportasi kereta api maupun laut. Sementara untuk jarak lebih dari
1.200 km harus menggunakan moda transportasi laut,” pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar