Senin, 08 Desember 2014

Lebih Serius Berantas IUU Fishing, KKP Bentuk Satgas dan Protes Kedubes Tiongkok

SATGAS - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti didampingi sejumah stakeholder pendukung resmi membentuk Tim Satuan Tugas (Satgas) Anti Illegal Fishing di Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Senin (8/12/2014). (Foto: JM Foto/Firmanto Hanggoro)
SATGAS – Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti didampingi sejumah stakeholder pendukung resmi membentuk Tim Satuan Tugas (Satgas) Anti Illegal Fishing di Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Senin (8/12/2014). (Foto: JM Foto/Firmanto Hanggoro)

Jakarta, JMOL ** Untuk mengatasi Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing, serta mengawasi jalannya sejumlah program yang sedang dijalankan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti membentuk Satuan Tugas (Satgas). Satgas tersebut terdiri dari berbagai unsur, yakni dari birokrat, penegak hukum, serta bank.
“Pembentukan Satgas ini, karena harus segera untuk mengatasi IUU, maka saya perlu menetapkan Keputusan Menteri. Dengan Keputusan Menteri, Satgas bisa langsung berjalan tanpa harus menunggu dari pihak terkait lain,” ujar Susi dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (8/12/2014).
Kendati dibentuk dengan Kepmen KKP, namun Satgas diketuai langsung oleh Deputi VI Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Mas Ahmad Santosa. Satgas mulai bekerja Senin, 8 Desember 2014.
Dalam kesempatan sama, Ketua Satgas IUU Santosa mengatakan, tugas Satgas yang ia ketuai berbeda dengan Satgas atau lembaga lain yang juga mengatasi IUU di laut Indonesia. Satgas ini berada di bawah organisasi kementerian. Tugas pihaknya lebih kepada penataan perizinan atau menghitung kerugian negara akibat illegal fishing tersebut, bukan penegakan hukumnya.
“Ada empat tugas pokok Satgas. Pertama, perbaikan tata kelola perizinan. Kedua, memantau proses moratorium agar sesuai dengan ketentuan. Ketiga, verifikasi terhadap kapal eks-kapal asing. Terakhir, menghitung kerugian negara akibat illegal fishing,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, kendati ada penegak hukum yang menjadi anggota, namun fungsinya bukan untuk menegkakan hukum langsung, melainkan hanya untuk menginvestigasi dan mengawasi. Jika ditemukan indikasi pelanggaran, Satgas akan tetap menyerahkan kasusnya kepada yang berwenang. Justru yang akan berjalan sesuai fungsinya adalah perbankan. Pasalnya, anggota Satgas dari sektor perbankan akan menghitung kerugian negara akibat IUU tersebut.
“Karena di sini, penyatuan dari banyak lembaga saya berharap, tidak ada lagi ego sektoral. Semua harus bersatu untuk mengatasi IUU ini,” katanya menandaskan.
Inspektur Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Andha Fauzi Miraza menjabat Wakil Ketua I Satgas, sementara Wakil Ketua I lain, yakni mantan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein.
Adapun anggotanya adalah Inspektur V Inspektorat Jenderal KKP Herman Suherman, Sekretaris Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP Ida Kusuma Wardhaningsih, Brigjen Pol Firman Santyabudi dari PPATK, Muhamad Sidik dari Bea Cukai, Kombes Pol Didid widjanarko dari Mabes Polri, dan Mardianto dari UKP4.
Protes Menteri Susi kapada Dubes Tiongkok
Sebelumnnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti juga mengirim surat protes ke Kedutaan Besar Tiongkok untuk Indonesia, melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Surat protes tersebut dilayangkan Susi terkait tertangkapnya 22 kapal Tiongkok di Laut Arafura. Kapal-kapal ini diduga mencuri ikan karena melewati batas izin tangkap (fishing ground).
“Kemarin, Minggu (7/12/2014), petugas dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menangkap 22 kapal tiongkok,” kata Susi.
Menurutnya, hal tersebut sangat disayangkan, mengingat pihak KKP dan Kedutaan Besar Tiongkok telah bekerja sama untuk membasmi praktik illegal fishing. Bahkan Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia telah menandatangani kerja sama dengan Susi.
“Saya sudah berkoordinasi dengan Bu Menlu. Dia berjanji akan menghubungi Dubes Tiongkok untuk bicara soal ini. Kita bicara dari hati ke hati atas praktik-praktik illegal fishing yang tidak ramah lingkungan dan mengganggu kedaulatan negara,” tuturnya.
Susi menjelaskan, selain diduga melanggar illegal fishing, ke-22 kapal yang tengah menangkap ikan di Laut Arafura juga berbendera ganda alias double flagging, yakni memiliki bendera Indonesia dan negara asal, yaitu Tiongkok.
“Tidak ada di dunia mana pun kapal memiliki dua kewarganegaraan,” tegasnya.
Tentang Penenggelaman Kapal
Dalam kesempatan sama, Susi menegaskan, aksi penenggelam kapal asing yang melakukan pelanggaran di wilayah Indonesia jangan dikaitkan dengan hubungan bilateral antara Indonesia dan negara pemilik kapal yang ditenggelamkan. Sebab, KKP sudah berkoordinasi dengan sejumlah negara tersebut, untuk memberantas illegal fishing, dan mereka setuju.
“Kami sudah melakukan koordinasi secara persuasif dengan beberapa negara, untuk memberantas illegal fishing. Ini bukan hanya tentang pencurian, tetapi juga demi kedaulatan negara. Karena, dengan illegal fishing bukannya ikan yang dicuri, tetapi juga merusak sumberdaya lainnya dengan alat tangkap yang tidak benar,” tuturnya.
Susi meyangnyakan adanya anggapan bahwa kapal yang ditenggelamkan hanya perahu nelayan. Sebab, 3 kapal yang ditenggelamkan kemarin bukan kapal di bawah 30 GT, melainkan kapal berkapasitas mencapai 70 GT.
Susi menambahkan, dirinya mengaku kapal besar hasil penangkapan pemerintah melalui KKP, TNI AL, dan stakeholder lain ini disimpan dengan baik, seperti kapal berukuran 200 sampai 300 GT. Kapal tersebut disimpan untuk cadangan, jika Indonesia kekurangan kapal.
“Jika tidak ditenggelamkan, kapal-kapal ini dikhawatirkan akan kembali didapatkan pemiliknya. Oleh karena itu, kami menghindari kerja sama negatif yang dilakukan oleh pemilik dan pembeli kapal,” katanya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar