Minggu, 09 November 2014

EDITORIAL BISNIS INDONESIA: Rencana Besar Menteri Susi

Editor   -   Senin, 10 November 2014, 06:43 WIB

 Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti terus menunjukkan gebrakan. Akhir pekan lalu, Menteri Susi membeberkan sejumlah rencana besarnya.
Menteri Susi menyebutkan dua pertiga wilayah Indonesia adalah laut, namun ekspor perikanan Indonesia hanya seperlima Thailand.
Dia juga prihatin, karena lemahnya daya kelola dan pengawasan pemerintah, tingkat kerusakan sumber daya kelautan juga mengkhawatirkan. Akibatnya, sektor kelautan belum memberian tingkat kesejahteraan yang layak, terutama bagi para nelayan.
Dengan latar belakang itu, dan berdasarkan identifikasi persoalan utama, Menteri Susi—yang berpengalaman sebagai pengusaha kelautan yang bergerak dan besar dari bawah dan zero point—hendak membereskan apa yang disebut "illegal, unreported and unregulated fishing" sebagai prioritas mendesak.
Sektor kelautan Indonesia, menurutnya, menghadapi masalah besar karena eksploitasi ikan secara ilegal, tidak dilaporkan (dan tidak terpantau oleh aparat pemerintah), dan tidak diregulasi dengan baik oleh pemerintah.
Dampak lebih lanjut, dari ribuan kapal ikan yang beroperasi di Indonesia, "negara tidak memperoleh apa-apa". Dia memberikan contoh, dari sekitar 5.000-an kapal ikan, sekitar 1.800 kapal berbenderaasing. Karenanya, ekspor hasil ikan yang ditangkap dari perairan Indonesia tidak melalui pelabuhan Indonesia dan tidak masuk sebagai data ekspor Indonesia.
Pasalnya, pendapatan negara bukan pajak (PNBP) hanya dikenakan sebesar Rp30 juta per kapal per tahun. Padahal, kapal dengan ukuran 30 GT itu mampu menghasilkan ikan hingga 600 ton per tahun.
Lebih menyedihkan lagi, kapal-kapal di atas 30 GT itu ada yang berkapasitas hingga 1.000 GT, dan celakanya menggunakan BBM bersubsidi.
Itu adalah gambaran kapal yang beroperasi secara legal. Bahkan diduga, kapal besar di atas 30 GT yang beroperasi secara ilegal di perairan Indonesia, jumlahnya hingga tiga atau empat kali lipat dari data yang terpantau pemerintah.
Bahkan, kargo besar yang membawa hasil perikanan Indonesia, hanya dikenakan tarif PNBP Rp8.000 per GT kargo. Dengan kata lain, negara hanya memperoleh Rp8 juta dari setiap 1.000 GT kargo yang membawa ikan hasil tangkapan dari perairan Indonesia, yang dibawa ke Eropa dan diolah di Thailand terlebih dahulu.
Kapal-kapal itu pun ditengarai juga menggunakan BBM bersubsidi, karena logikanya tidak mungkin ketika mereka kehabisan bahan bakar harus refuelling ke negerinya dulu.
Besar kemungkinan, kapal-kapal asing, bahkan yang ilegal, juga mengisi BBM dari Indonesia, yang notabene bersubsidi. Lengkaplah sudah, ketidakberdayaan pemerintah selama ini.
Maka, Menteri Susi ingin bergerak cepat, tegas, bahkan keras. Ia tidak ingin, sumberdaya kelautan Indonesia 'menguap' begitu mudah ke luar negeri, dan kesejahteraan nelayan Indonesia terpuruk.
Menteri Susi pun akan melakukan pengawasan yang lebih ketat dan keras, dengan melibatkan kerja sama lintas instansi, termasuk dengan TNI Angkatan Laut dan Kepolisian, akan diintensifkan. Kapal-kapal asing yang beroperasi secara leluasa, bahkan ilegal, di perairan Indonesia, akan 'dibombardir'.
Dukungan Presiden, yang dari awal menegaskan dan melarang sikap egosektoral dalam mencapai tujuan pemerintahan ini, agaknya menjadi payung politik yang membuat dan memberi keleluasaan bagi Menteri Susi untuk bekerja.
Regulasi di sektor kelautan dan perikanan juga akan segera diperbaiki. Regulasi juga akan disesuaikan agar kompetitif terhadap negara tetangga, sehingga sektor kelautan Indonesia dapat lebih bersaing.
Perbaikan pengawasan dan regulasi, diharapkan akan meningkatkan pendapatan PNBP dari kapal besar, setidaknya menjadi Rp1,27 triliun setahun, dari semula hanya Rp250 miliar per tahun.
Tentu, harian ini merasa patut mengapresiasi tekad keras Menteri Susi. Kita bisa berharap, akan terdapat perbaikan signifikan dalam tata kelola dan daya kelola sumberdaya kelautan Indonesia.
Hanya dengan demikian, Indonesia menjadi negeri yang lebih berdaulat atas sumberdaya kelautan yang dimiliki. Dengan demikian pula, masyarakat yang terlibat di sektor ini, terutama para nelayan, akan menjadi jauh lebih sejahtera.

Source : Bisnis Indonesia (10/11/2014)
Editor : Nurbaiti
http://koran.bisnis.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar