Jumat, 21 November 2014

Melayarkan Ekonomi Maritim

Foto: maxisciences.com
Foto: maxisciences.com

INDONESIA Poros Maritim Dunia telah digaungkan Presiden Joko Widodo. Euforia ataukah optimisme, tergantung perspektif anak bangsa untuk menilainya. Tak tanggung-tanggung, Jokowi bahkan mulai berdiplomasi maritim di forum internasional. Sebuah kabar baik tentang political will untuk kembali ke kodrat Nusantara, setelah sekian lama kebaharian seperti tak kuasa diretas elite negara sebagai visi kemakmuran bangsa.
Selain proyek Tol Laut sebagai kelanjutan Pendulum Nusantara yang diproyeksikan menjadi solusi logistik terintegrasi untuk mengikis disparitas Indonesia Barat dan Timur, serta The World Class Navy untuk menaikkan reputasi geopolitik di kawasan, tak ayal terma yang tak kalah penting adalah Ekonomi Maritim.
Menurut Rahardjo Adisasmita dalam buku yang ia tulis berjudul Pembangunan Ekonomi Maritim (2013), ada beberapa terminologi yang mirip tapi berbeda penekanan, yaitu Ekonomi Maritim, Ekonomi Kepulauan, Ekonomi Kelautan, dan Ekonomi Archipelago. Semua terminologi tersebut membahas pentingnya laut, perdagangan antar-pulau, kegiatan di pelabuhan, industri galangan kapal, penangkapan ikan, wisata bahari, dan lainnya.
Dampak positifnya pun sangat luas, yaitu peningkatan produksi, investasi, penyerapan tenaga kerja, pendapatan, dan kesejahteraan masyarakat.
Mengembangkan Ekonomi Maritim tidak beranah absolut. Ekonomi Maritim berkolaborasi dengan sistem transportasi maritim, peranan dan fungsi pelabuhan pembangunan berbasis kemaritiman dan kepulauan, sistem perwilayahan maritim, pengembangan wilayah pesisir, potensi sumberdaya perikanan dan kelautan, penataan ruang wilayah pesisir, serta tujuan dan unsur-unsur pembangunan maritim.
Sementara menurut jurnal ilmiah Maritime Economics and Logistics (MEL) Palgrave Macmillan, Inggris, Ekonomi Maritim, atau mereka juga menyebutnya dengan Ekonomi Maritim dan Logistik, adalah studi terintegrasi tentang transportasi laut, kepelabuhanan, serta manajemen rantai suplai global . Konsep ini diperkenalkan pada 1999 oleh Prof Hercules Haralambides dari Universitas Erasmus, Rotterdam, Belanda. Hercules juga memasukkan fokus terma logistik maritim, khususnya optimalisasi terminal kontainer dan jaringan transportasi laut.
Dari dua pengertian tersebut, dapat disimpulkan bebas bahwa Ekonomi Maritim adalah segala upaya manusia mengalokasikan segala sumberdaya maritim untuk kemakmuran sebuah bangsa. Ekonomi Maritim bersinggungan dengan banyak daya dukung pengolahan laut sebagai komoditas yang layak pakai dan memakmurkan.
Laut sebagai Sentral Pertumbuhan Ekonomi
Lebih spesifik, Ekonomi Maritim dapat digeneralisasi sebagai sistem nilai ekonomi terintegrasi. Maksudnya, laut bukan hanya lahan mengunduh ikan, rumput laut, atau komoditas kelautan lain. Laut dapat memenuhi semua kebutuhan manusia, mulai dari pemenuhan kebutuhan pangan, energi, hingga berwisata.
Karena menjadi sistem nilai terintegrasi, semua persoalan manusia dapat diselesaikan dengan eksplorasi sumberdaya laut atau yang terhubung langsung dan tidak langsung dengan laut. Manusia membangun filosofi ekonomi dari laut, dengan meyakini bahwa laut dapat memakmurkan. Manusia mengentaskan pendidikan berbasis laut, dengan menanamkan jiwa kebaharian. Manusia bekerja dengan memanfaatkan laut secara berkelanjutan.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat, potensi bisnis sektor kelautan Indonesia mencapai Rp3.000 triliun per tahun. Nilai potensi kelautan Indonesia tersebut meliputi perikanan US$32 miliar, wilayah pesisir US$56 miliar, bioteknologi US$40 miliar, wisata bahari US$2 miliar, minyak bumi US$21 miliar, dan transportasi laut US$ 20 miliar.
Betapa kalkulasi ini membutuhkan perencanaan matang. Bukan hanya analisis potensi, tapi juga manajemen pengelolaan yang harus berbuah kesejahteraan rakyat Indonesia. Karena eksplorasi potensi laut yang tidak menyejahterakan rakyat Indonesia tentu saja berlawanan dengan konstitusi negara.
Ekonomi Maritim dan Politik
William Arthur Lewis dalam bukunya berjudul The Principles of Economic Planning: A Study Prepared for the Fabian Society (1951), mengatakan, perencanaan pembangunan disusun berdasar kerangka pemikiran filosofi mengenai bagaimana pembangunan berlangsung; hanya sebagian merupakan aplikasi ekonomi, sedangkan bagian lainnya merupakan kompromi politik.
Maritim sebagai komoditas politik Pemerintahan Jokowi tentu saja berimplikasi pada olah implementasi Ekonomi Maritim. Bila rakyat dapat dimakmurkan dengan eksplorasi sumberdaya laut, berarti Ekonomi Maritim menemukan kulminasinya sebagai titik tumpu penting kesejahteraan, juga keberhasilan kepemimpinan Jokowi. Keduanya lantas manunggal dan linier dengan pergerakan zaman dan upaya membersamai zaman yang tidak melawan kodrat.
Banyak sekali kebijakan pemerintah yang harus lahir untuk mendukung berhasilnya Ekonomi Maritim. Menyelamatkan potensi laut dari praktik ilegal, mendandani problem birokrasi yang telanjur kompleks, hingga memudahkan proses investasi adalah sekelumit beban politik Kabinet Kerja yang tentu, berimplikasi pada sukses atau tidaknya kepemimpinan nasional kali ini.
Bagaimana pun, Indonesia patut bersyukur lantaran laut tidak lagi dibelakangi. Kini laut adalah masa depan, lantaran sejarah dan kodratnya memang begitu.
Mengutip sambutan Prof Ginandjar Kartasasmita dalam buku Bappenas dalam Sejarah Perencanaan Pembangunan Indonesia 1945-2025 (2012), paradigma pembangunan senantiasa berubah-ubah, bahkan kerap berulang, karena paradigma memang tidak mengenal dimensi waktu. Namun, tujuan pembangunan pada dasarnya tetap, yakni memakmurkan bangsa dalam keadilan.
Mari menyambut era maritim dengan sepenuh hati untuk kemakmuran Bangsa Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar