Rabu, 19 November 2014

Susi akan cabut izin kapal yang tangkap tuna secara ilegal


 Reporter : Gede Nadi Jaya | Kamis, 20 November 2014 10:21

Merdeka.com - Kebutuhan dan perburuan ikan tuna kian jadi primadona. Bahkan keberadaan tuna di laut Indonesia begitu besar, ini tidak menutup kemungkinan akan semakin besar pula tuna ditangkap tanpa melihat ukuran.

Oleh karena itu perlu dilakukan aturan ketat, salah satunya pencabutan izin kapal yang beroperasi dan terindikasi melakukan kegiatan IUU (Illegal, Unreported, Unregulated) Fishing.

Hal itu ditegaskan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat membuka Bali Tuna Conference di Kuta, Bali, Kamis (19/11). Dia menjelaskan, untuk mengatasi hal itu ada beberapa langkah yang telah diambil. Salah satunya, kata Susi, adalah melalui pencabutan izin kapal yang beroperasi dan terindikasi melakukan kegiatan IUU Fishing.

Selain itu juga dikeluarkan moratorium izin penangkapan ikan baru yang diharapkan dapat memberi kesempatan kepada anak-anak ikan dan juvenil berbagai jenis sumberdaya ikan termasuk untuk tumbuh dan berkembang biak.

"Cepat atau lambat aturan itu harus dilakukan. Ini untuk mengamankan keberadaan tuna kita. Harus punya komitmen stakeholder, soal rencana aksi tersebut," ujarnya sambil menegaskan bahwa aturan ini harus ketat agar bangsa ini dihargai.

Dia melanjutkan, saat ini berdasarkan data FAO melalui State of World Fisheries and Aquaculture (SOFIA) 2014, sekitar 6,8 juta metrik ton berbagai jenis tuna ditangkap di seluruh dunia. Dari jumlah itu, sekitar 4,5 juta ton berasal dari produksi utama tuna seperti albacore, bigeye, bluefin, skipjack dan yellowfin.

"Pada tahun sama, secara global Indonesia berhasil memasok lebih dari 16 persen total produksi tuna. Permintaan pasar dan harga yang tinggi membuat produksi tuna kian menjadi primadona di tingkat global," terang Susi.

Kendati begitu, tantangan yang dihadapi ke depan adalah eksploitasi terhadap ikan tuna akan berdampak buruk bagi kelangsungan sumberdaya dan habitat tuna.

Hal itu akan berdampak pada menurunnya produktivitas, ukuran tuna yang dihasilkan cenderung mengecil dan daerah tangkapan ikan yang semakin jauh ke laut lepas.

"Imbasnya tentu akan mengancam keberlangsungan mata pencarian nelayan dan juga bisnis tuna. Maka diperlukan sustainable fisheries development agar habitat tuna tidak rusak," imbuh Susi dengan meyakinkan bahwa Indonesia merupakan habitat tuna terbesar di dunia.

Data produksi tuna lima tahun terakhir menempatkan Indonesia sebagai habitat tuna terbesar di dunia. Tercatat rata-rata produksi tuna, cakalang dan tongkol yang dihasilkan mencapai lebih dari 1,1 juta ton per tahun dengan nilai perdagangan yang disumbangkan sekitar Rp 40 triliun.
[mtf]
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar